Selasa, 26 April 2016

TRADISI BARODAK DALAM PERKAWINAN SUMBAWA BARAT

Edit Posted by with No comments
 TRADISI BARODAK DALAM PERKAWINAN SUMBAWA BARAT


Barodak Rapancar adalah adat istiadat daerah sumbawa berupa luluran yang menggunakan seme' (masker) dan mewarnai tangan kepada kedua mempelai pengantin. Kedua kata tersebut berasal dari bahasa asli Sumbawa. Yang dimana kata Barodak diambil dari kata 'Odak' yang berarti Lulur sedangkan Rapancar berarti memerahkah kuku tangan dengan daun pacar. Ritual Barodak ini biasanya dilakukan setelah didahului berbagai prosesi perkawinan lainnya seperti Bajajak (menjajaki), Bakatoan (Melamar), Basaputis (Menetapkan hari baik), Bada (pemberitahuan), dan Nyorong (Antaran). Kemudian setelah Barodak Rapancar, dilanjutkan dengan acara Nikah (menikah), Rame Mesa (Meramaikan ditempat acara) dan Tokal Basai (resepsi).

Adapun yang akan dilakukan oleh kedua mempelai sebelum barodak tersebut harus terlebih dahulu melakukan ritual Maning Pengantan (Mandi Pengantin) yang dilakukan oleh ‘Ina Odak’ (Juru Lulur). Barodak ini sebagian besar diikuti oleh para ibu-ibu. Pada saat pelaksanaan Barodak tersebut satu persatu ibu-ibu atau tokoh adat yang ditunjuk akan melakukan pekerjaannya yaitu mengusap dan mengoles odak (bahan masker) ke wajah dan lengan kedua mempelai, setelah itu barulah diberi pancar di jari kuku tangan mempelai tersebut. Disaat kegiatan barodak berlangsung para bapak-bapak biasanya melakukan adat "Bagenang" untuk memberi kemeriahan ataupun syarat dari adat Barodak tersebut. Sedangkan Bagenang itu sendiri biasanya dilakukan oleh lebih dari tiga orang, ada yang memukul gendang dua orang, yang memukul gong satu orang dan yang meniup serunai (seruling). Adat Barodak ini biasanya dilaksanakan pada malam hari setelah waktu Isya dan berakhir sekitar pukul 22.00 wita setelah paru tamu undangan diberi jajan oleh "Baing Gawe" (yang punya acara ).[1]

Menurut Bapak Eka Fitrajaya, Barodak merupakan ritual yang dilakukan secara turun temurun sebagai bagian dari prosesi perkawinan adat sumbawa. Kegiatan ritual barodak ini, bagi masyarakat Sumbawa memiliki makna filosofis tersendiri. Nilai yang terkandung pada aspek religinya misalnya, setiap perlengkapan odak yaitu bedak tradisional Sumbawa yang terbuat dari buah belimbing wuluh, daun sirih, beras yang digiling dan diramu menjadi satu. Kesemuanya itu melambangkan keihlasan, kesatuan hati, tekad dan memutihkan kedua calon pengantin dari sifat iri dan dengki. Ritual ini diyakini dapat Mensucikan diri kepada Allah SWT baik secara fisik dan psikis dalam memasuki jenjang rumah tangga yang Sakinah Mawaddah.

Dari aspek sosialnya terkandung nilai-nilai yaitu menjalin silahturahim kepada keluarga, tetangga maupun teman dari si mempelai pengantin. Serta meminta restu kepada keluarga, tetangga dan temannya. Dari prosesi perkawinan tersebut akan menumbuhkan rasa gotong royong dan saling membantu secara fisik yaitu membantu persiapan proses barodak dan membantu secara finansial yaitu tamu undangan akan membawa amplop untuk mempelai pengantin.

Jika dari aspek pendidikan, nilai yang terkandung yaitu diajarkan untuk mengenal ramuan tradisional dan obat-obatan untuk kesehatan. Serta diajarkan etika sopan santun untuk menghormati orang tua. Sebaliknya orang tua memberikan kasih sayang dan restu kepada anaknya karena anaknya akan membina rumah tangga.

Kemudian nilai yang terkandung pada aspek ekonomi yaitu menumbuh kembangkan perekonomian masyarakat khususnya sumbawa barat melalui bidang budaya ritual barodak atau prosesi perkawinan ini. Adapun paparan pendapatan yang dapat diperoleh dari ritual barodak ini bagi masyarakat yang bersangkutan dalam ritual ini yaitu sebagai berikut :
  • Ina odak dan obat-obatan 250 ribu
  • Memainkan gong genang 1 malam 500 ribu
  • Begontong 1 malam 300 ribu
  • Sekeco 1 malam 1 juta sampai pagi
  • Pesan jajan sesuai dengan berapa tamu yang diundang. [2]

Sumber :
  
[1] Liputan6.com
[2] Narasumber : Eka Fitrajaya, (Waktu wawancara Minggu, 10 ‎April ‎2016, Pukul 16:00) Melalui Via Telepon


0 komentar:

Posting Komentar